Terjun Bebas Pendidikan Indonesia: Realitas dan Jalan Keluar

 


Pendidikan adalah landasan utama seseorang dalam berfikir dan menentukan segala langkah yang akan ia ambil. Dengan pendidikan, pola pikir seseorang terbentuk dan secara tidak langsung akan mempengaruhi karakter dan tindakan orang tersebut. Pendidikan tidak hanya sebatas membuat seseorang tahu dan mengerti pada suatu informasi saja, namun seberapa berpengaruh informasi-informasi dan pemahaman yang ia dapatkan dalam menentukan pola pikir-nya. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak secara utuh, mencakup jasmani, rohani, dan budi pekerti. Pendidikan yang baik akan membentuk karakter anak menjadi lebih baik dan mampu menghadapi tantangan kehidupan, serta berkontribusi pada masyarakat dan bangsa. (Suryana, C., & Muhtar, T., 2022)


Dengan demikian, pendidikan menjadi sektor yang perlu diperhatikan karena sangat menentukan masa depan anak-anak generasi penerus bangsa. Tentunya anak-anak perlu mendapatkan sistem, pelayanan, dan fasilitas pendidikan yang terbaik. Lantas seperti apa gambaran pendidikan di negara Indonesia saat ini? Faktanya, pendidikan di Indonesia saat ini bisa dikatakan sedang tidak baik-baik saja. Menurut data World Population Review per 2024, warga Indonesia tercatat memiliki rata-rata IQ 78,49, paling rendah di antara negara-negara ASEAN (World Population Review, 2024). Skor PISA Indonesia, yakni untuk mengukur keterampilan membaca, berhitung, dan berpikir, tercatat hanya berada di angka 1.108. Lagi-lagi paling rendah ke-12 dari 80 negara yang masuk ke dalam survei Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada 2022 (OECD, 2023). Ini menunjukkan bahwa pendidikan rakyat Indonesia benar-benar buruk dan sedang dalam kondisi “terjun bebas” sedalam-dalamnya.


Jika kita mengamati sejenak rerata kondisi para pelajar saat ini, bisa dikatakan sungguh memprihatinkan. Kita disuguhkan dengan perilaku tak terpuji anak-anak sekolah di pinggir jalan, mereka berkerumun, merokok sambil nongkrong, bahkan melakukannya di waktu sekolah. Memang tidak semua, sekolah-sekolah top dengan kualitas pendidikannya yang terjamin tentu tidak akan ada hal tersebut. Namun kita bicara dengan ratusan ribu sekolah lainnya. Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatat bahwa pada tahun ajaran 2023/2024, terdapat 436.707 sekolah di Indonesia (GoodStats, 2023). Sungguh jumlah yang fantastis, dan hanya sedikit sekali yang terhitung sebagai sekolah dengan kualitas mutu terjamin. Dan sepertinya pemerintah tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu akan realitas ini.


Lantas apa hal yang perlu dilakukan untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia saat ini? Tidak berupa kurikulum, fasilitas, ataupun layanan lainnya, namun cukup satu hal, yakni: kualitas guru. Saat sebuah sekolah memilki satu guru saja yang hebat, visioner, idealis, pintar, maka seluruh sekolah bisa menjadi hebat pula. Dengan segala keterbatasan, kekurangan, dengan apapun yang tersedia, maka murid-murid tetap bisa berprestasi. Banyak penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sekolah-sekolah dengan fasilitas yang kurang memadai dan dengan segala keterbatasan, tetap bisa menghasilkan murid-murid terbaik karena memiliki guru yang berdedikasi dan kompetensi yang hebat. Salah satunya, Ibu Jennifer telah mengabdi sebagai guru honorer di SDN Manuinhau, Timor Tengah Utara, NTT. Dengan gaji yang diperoleh dari dana BOS sebesar Rp150.000–Rp200.000 per bulan, ia harus menempuh perjalanan sekitar satu jam dari rumahnya ke sekolah, menggunakan ojek dengan biaya Rp15.000 untuk sekali jalan, atau berjalan kaki jika tidak ada transportasi.


Di tengah keterbatasan fasilitas, seperti ketiadaan listrik dan jaringan internet, serta minimnya buku sumber, Ibu Jennifer tetap bersemangat mengajar. Ia mengajarkan semua mata pelajaran dengan materi yang ia cari sendiri, menunjukkan dedikasi tinggi dalam mendidik anak-anak di pedalaman. Hasilnya, anak-anak ternyata memiliki semangat belajar yang tinggi. Salah satu bukti nyata adalah keberhasilan siswa kelas 3 yang meraih juara 2 dalam lomba membaca antar sekolah. (Detik.com, 2022). Hal ini menunjukkan, meski di tengah keterbatasan, namun dengan guru yang berkualitas, tetap bisa mencetak anak-anak yang berprestasi.


Dengan demikian, kualitas guru menjadi faktor terpenting untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Lantas apa hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru di Indonesia? Yakni dengan meningkatkan kesejahteraan guru. Banyak guru honorer di Indonesia menerima gaji yang jauh di bawah standar kebutuhan hidup. Survei yang dilakukan oleh Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa pada Mei 2024 menunjukkan bahwa sekitar 74% guru honorer atau kontrak di Indonesia mendapatkan penghasilan di bawah Rp2 juta per bulan. Bahkan, 20,5% dari mereka berpenghasilan di bawah Rp500 ribu (Kumparan.com, 2024). Kondisi ini membuat profesi guru kurang menarik bagi generasi muda.


Selain itu, banyak individu yang menjadi guru bukan karena keinginan pribadi, tetapi karena keterpaksaan atau sebagai pilihan terakhir setelah tidak berhasil dalam profesi lain (Lawrencia, Natasya, 2024). Hal ini berdampak pada kualitas pendidikan, karena motivasi dan dedikasi dalam mengajar mungkin tidak optimal. Keterbatasan finansial guru dan rendahnya minat terhadap profesi guru berdampak langsung pada kualitas pendidikan di Indonesia. Guru yang merasa tidak dihargai cenderung kurang termotivasi dalam mengajar, yang pada gilirannya mempengaruhi hasil belajar siswa. Dalam jangka panjang, ini dapat merugikan generasi penerus dan memperburuk kualitas pendidikan nasional.


Maka perlu untuk meningkatkan kesejahteraan guru, yaitu memberikan gaji yang layak. Keterjaminan gaji tentu bisa menjadi faktor utama guru untuk memiliki kualitas yang tinggi dalam mengajar anak-anak. Anak-anak tidak membutuhkan sistem pendidikan dengan kurikulum yang digonta-ganti. Apapun materi yang diajarkan, ketika diajarkan oleh guru yang berkualitas, maka tentu dapat meningkatkan kualitas pemahaman dan daya pikir anak-anak.


Selamat Hari Pendidikan Nasional Tahun 2025. Semoga di tahun yang sudah sangat berkembang teknologi-nya, pendidikan di Indonesia juga terus berkembang dan tidak terjun bebas. Guru berkualitas, pendidikan teratas.

 

Penulis: Salik Bahrudin bisa disapa di Instagram @salik28_
(Pemred LPS Kristal 2022/2023, Mahasiswa S1 Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro Semarang)


Referensi:

  1. Suryana, C., & Muhtar, T. (2022). Implementasi konsep pendidikan karakter Ki Hadjar Dewantara di sekolah dasar pada era digital. Jurnal Basicedu, 6(4), 6117–6131.
  2. World Population Review. (2024). Average IQ by Country 2025.
  3. OECD. (2023). PISA 2022 Results (Volume I): The State of Learning and Equity in Education. OECD Publishing.
  4. GoodStats. (2023). Jumlah sekolah di Indonesia tahun ajaran 2023/2024. Diakses dari https://goodstats.id/article/berapa-jumlah-sekolah-di-indonesia-2023-2024-abcdefghijkl
  5. Detik.com. (2022, 9 November). Semangat Anak Pedalaman NTT Belajar di Tengah Keterbatasan. 
  6. Kumparan.com. (2024, Mei). Sebuah Realita yang Memprihatinkan Bagi Guru di Indonesia. 
  7. Lawrencia, Natasya. (2024, 22 November). Gaji Rendah vs KompetensiGuru: Mengapa Profesionalisme Jadi Sorotan? Badan Litbang dan DiklatKementerian Agama RI

 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.