Mengapa Gen-Z Harus Mondok?



Masifnya arus globalisasi dan berkembangnya teknologi memiliki dampak positif maupun negatif terhadap remaja. Di antara dampak negatifnya adalah kekhawatiran terjerumusnya remaja kepada perilaku menyimpang. Untuk itu perlu kejelian orang tua dalam memilih lembaga pendidikan untuk anak mereka. Di antara hal utama dalam memilih lembaga pendidikan adalah lembaga yang menempatkan pembelajaran adab dan akhlak sebagai pondasi utama.

Maka sangat tepat jika orang tua memasukkan anak mereka ke pondok pesantren maupun sekolah berbasis agama. Dengan belajar di pondok, pergaulan mereka akan terbatas dan selalu dalam pengawasan. Di pondok atau sekolah berbasis agama, anak-anak tidak hanya belajar urusan duniawi melainkan juga ukhrowi.

Selain berkaitan lingkungan yang terjaga, menurut saya ada banyak alasan mengapa anak-anak khususnya Gen-Z, harus belajar di pondok pesantren atau mondok, berikut penjelasannya.

1. Membentuk karakter yang mulia

Ketika pertama kali tiba di pondok pesantren, santri tidak langsung belajar dan mengaji. Akan tetapi, ditanamkan nilai dalam hati dan pikiran santri, bahwasanya ‘Adab lebih tinggi dari pada ilmu.’ Menjadi santri adalah menjadi insan mulia yang memiliki karakter mulia, yaitu mengutamakan adab dalam setiap pergaulan dengan siapapun. Akan menjadi percuma jika hanya pintar dan mempunyai banyak ilmu tetapi rusak dalam moralitas.

Ada banyak contoh mengenai hal ini, seperti korupsi. Apakah para tokoh yang terlibat kasus korupsi adalah orang bodoh yang tidak berilmu? Mereka adalah para sarjana, cendekiawan bahkan banyak yang belajar dan kuliah di kampus favorit, tetapi apa coba? Mereka berani melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan adab dan norma yang berlaku.

Melihat fenomena korupi tersebut, menjadi refleksi bahwa ilmu harus disandingkan dengan adab/akhlak. Dalam hal ini, pondok pesantren membentuk karakter para santri agar selalu mengedepankan akhlak yang indah dan mulia.

2. Mendalami ajaran agama Islam

Di pesantren santri diajarkan untuk memahami ilmu agama Islam yang mendalam. Mulai dari Al Qur'an, Hadis, Tafsir, Fiqih, Aqidah, Tasawwuf, Nahwu, Shorof, dan lainnya. Berbagai ilmu tersebut, tidak diajarkan di lembaga pendidikan selain pondok pesantren. Selain mendalami ilmu agaman, santri juga dibekali dengan kegiatan yang meningkatkan spiritualitas, seperti sholat jamaah, sholat tahajud, pembacaan maulid, mujahadah dan lainnya. Berbagai kegiatan tersebut diharapkan akan menjadi kebiasan santri yang mengakar para dirinya sehinga bisa menjadi orang yang berkualitas dhohir batinya.

Dalam belajar, santri diberi kebebasan untuk berfikir dan berpendapat. Hal ini tewujud dalam berbagai kegiatan seperti musyawarah dan forum bahtsul masa’il. Dalam dua forum tersebut akan terlihat para santri menyampaikan pendapat atas berbagai persoalan dan saling adu argumentasi. Mereka berbicara dan berpendapat berdasarkan buku atau kitab yang mereka baca dan penalaran kritis mereka. 

Saya teringat wacana yang pernah viral di media sosial tentang feodaslisme pesantren. Hal ini menyoroti budaya di pondok pesantren yang terlalu mengagungkan Kyai/Ibu Nyai yang menjadi orang pertama di pesantren. Menurut kacamata meraka, santri harus tunduk dan patuh (diam membisu) dengan apa yang sudah didawuhkan oleh Kyainya, tanpa diberi kebebasan untuk berfikir secara kritis.

Menurut analisis saya, santri boleh bebas dalam berfikir dan berpendapat, asalkan masih dalam koridor batasan-batasan syariat. Karena dalam hal mencari ilmu, khusunya ilmu agama tidak lepas dari sosok seorang guru. Bahkan ada yang mengatakan belajar tanpa guru maka gurunya adalah setan’. Karena ia berfikir seenaknya sendiri, apa yang ia anggap sesuai dengan keinginannya, maka itulah yang benar.

3. Kemandirian dan kesederhanaan

Di pondok pesantren, santri diajarkan untuk memiliki jiwa mandiri dan sederhana. Kemandirian dan kesederhanaan santri terbentuk dalam aktifitas sehari-hari. Agar mandiri, santri melakukan semua hal sendiri, seperti mencuci baju, merawat barang-barang pribadi sampai mengatur jadwal belajar. Untuk melatih kesederhanaan, santri diberi batasan dalam uang saku, makanan dan pakaian di pondok. Di beberapa podok pesantren pembatasan pakaian diatur dan diawasi dengan ketat.

Tanpa disadari hal ini merupakan pembentukan karakter bagi santri untuk menghadapi kehidupan yang akan datang. Kita tahu, kehidupan dunia ini layaknya seperti roda berputar, terkadang di bawah dan terkadang di atas. Maka dari sinilah pesantren membentuk santri untuk siap menghadapi tantangan di masa depan. Dengan kemandirian dan kesederhanaan, para santri diharapkan matang dalam hal mental dan siap menghadapi tekanan hidup yang akan dilaluinya.

4. Lingkungan belajar yang kondusif

Pesantren merupakan tempat yang paling baik untuk belajar. Salah satu alasannya adalah para santri bisa fokus belajar tanpa ganguan gadget/media sosial. Di zaman di mana orang tidak bisa lepas dari gawai, justru santri tidak sedikit pun bersentuhan dengannya. Adanya gadget dan media sosial, bisa memberi dampak negatif kepada remaja, yaitu mengganggu waktu belajar dan merusak konsentrasi hingga menyebabkan lalai akan kewajibannya.

Meskipun di sisi lain gadget memiliki sisi positif, seperti membantu dalam belajar dan mengerjakan tugas, tetapi bagi pelajar, gadget memiliki banyak madharat. Hal ini mengingatkan saya dengan kaidah fiqh yang sangat masyhur yaitu: (دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ), yang artinya "Menolak kerusakan lebih didahulukan daripada mengambil manfaat". Kaidah ini menekankan bahwa jika ada pilihan antara menghindari bahaya dan mendapatkan keuntungan, maka yang lebih diutamakan adalah menghindari bahaya terlebih dahulu.

5. Kederisasi kepemimpinan (good leader)

Pondok pesantren juga membentuk santri untuk menjadi pemimpin yang berintegritas, bukan pemimpin yang berambisi dalam hal kekuasan saja. Santri dibentuk menjadi insan yang selalu bisa memimpin di jalan yang benar, dan khususnya bisa memberikan banyak manfaat kepada umat manusia. Di saat banyak pemimpin yang hanya bisa memerintah seenaknya sendiri tanpa melakukan aksi/kerja nyata.

Kebijaksanaan merupakan sesuatu yang harus ada pada diri seorang pemimpin. Santri diberi kesempatan untuk memimpin berbagai kegiatan seperti organisasi, kepengurusan bahkan lembaga pondok itu sendiri. Mereka dilatih bagaimana menjadi pemimpin yang adil, bijaksana, bertangung jawab, dan selalu bijak dalam mengambil tindakan.

Itulah beberapa alasan mengapa anak Gen-Z harus belajar di pondok pesantren, lembaga pendidikan yang sudah terbukti berhasil mencetak orang-orang hebat yang ada di Nusantara ini. Maka dari itu, mari gaungkan gerakan #AyoMondok #PesantrenkuHebat. []

Penulis: Muhammad Jiddan Zulfikar Akbar

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.