Pesantren di Era Modern: Melestarikan Hafalan, Menguatkan Pemahaman
Santri merupakan sebutan bagi seseorang yang menimba ilmu di pondok pesantren. Di sana, mereka mempelajari berbagai disiplin ilmu agama yang bersandar pada kitab-kitab salaf, seperti tauhid, fikih, nahwu, shorof, dan lain-lain.
Salah satu ciri khas dunia pesantren adalah metode pembelajaran yang menekankan pada hafalan. Para santri dituntut untuk terus menghafal, menghafal, dan menghafal, bahkan tak jarang mereka harus mengorbankan waktu, pikiran, dan tenaga. Akibatnya, sebagian santri terkadang mengesampingkan pemahaman terhadap ilmu yang mereka pelajari.
Metode hafalan sering kali dianggap sebagai tradisi yang sudah ketinggalan zaman dan kurang relevan di era modern seperti sekarang. Padahal, metode ini merupakan warisan turun-temurun yang telah mengakar kuat dalam sistem pendidikan pesantren. Tidak sedikit santri yang mampu menghafal berbagai kitab salaf, tetapi belum sepenuhnya memahami isi kandungannya.
Namun demikian, bukan berarti budaya ini harus ditinggalkan begitu saja. Sebagaimana kaidah hikmah menyebutkan:
المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح
Artinya: "Melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik."
Kaidah tersebut menegaskan pentingnya keseimbangan antara mempertahankan tradisi yang bernilai dan mengadopsi inovasi yang bermanfaat. Saat ini, banyak pondok pesantren mulai melakukan pembaruan metode pembelajaran dengan mengintegrasikan hafalan dan pemahaman secara seimbang.
Di sisi lain, metode hafalan memiliki manfaat besar. la melatih fokus, memperkuat daya ingat, serta menumbuhkan kedisiplinan dalam belajar, terutama dalam bidang ilmu agama. Seperti kata sebuah maqolah:
الحفظ أفضل من عدم الحفظ، والفاهم أفضل من الجاهل، والأمر الذي هو أحسن منهما جميعا هو الحفظ والفهم."
Artinya: "Hafal lebih baik daripada tidak hafal, dan orang yang paham lebih baik daripada orang yang tidak paham. Namun, yang paling baik di antara keduanya adalah yang hafal dan paham."
Dari sini dapat disimpulkan bahwa santri seharusnya tidak hanya berfokus pada muhafadzah (hafalan) semata, tetapi juga harus memahami dan mendalami esensi dari ilmu yang dipelajari.
Metode hafalan dan pemahaman bukanlah dua kutub yang berlawanan, melainkan dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Pembaruan sistem pembelajaran pesantren yang menggabungkan keduanya akan melahirkan santri yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berakal, kritis, dan mampu menghadapi tantangan di era modernisasi ini.
Reporter: m.jiddan dzulfikar akbar
Tidak ada komentar: